Sabtu, 07 Maret 2009

Semat, Drajat, lan Kramat

MANUSIA adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Namun martabatnya yang tinggi bisa ambruk menjadi nista jika terjerat oleh nafsu semat, drajat, dan kramat. Demikian antara lain ajaran Ki Ageng Surayamantaram, tokoh kejawen, bangsawan dari Ngayogyakarta yang hidupnya amat sederhana. Ketiga nafsu tersebut semat (harta-benda), drajat (kekuasaan), dan kramat (suci-hormat) sering menggoda manusia. Jika terjerat dengan ketiga nafsu tersebut manusia menjadi gila hormat dan serakah.
Banyaknya partai politik di Indonesia saat ini -- sangat mungkin disebabkan oleh -- banyak orang yang ingin berkuasa. Karena kuasa memang bisa menghasilkan banyak harta, tanpa banyak kerja. Mungkin juga karena, manusia memang lebih mencintai kehidupan dunia ketimbang kehidupan akhirat. Padahal Tuhan telah mengingatkan, … Dan sesungguhnya akhir (at) itu lebih baik bagimu ketimbang permulaan (hidup di dunia) (Q 93 : 4). Toh banyak manusia lebih tergiur oleh kehidupan dunia yang megah-mewah. Tuhan juga telah mengingatkan kepada umat manusia, selama hidup di dunia, hendaknya banyak berbuat baik, jangan banyak berbuat buruk. Sebab orang yang lebih banyak berbuat baik akan masuk surga, dan orang yang banyak berbuat jahat akan masuk neraka (Qs. 101 : 6 – 9).
Kekuasaan memang menggiurkan. Sebab dari kekuasaan dapat melahirkan harta-benda dan hormat. Biasanya kekuasaan membuat orang ketagihan. Sekali berkuasa, ingin terus berkuasa. Itulah nafsu serakah. Dalam dunia perwayangan nafsu serakah digambarkan oleh tokoh Raja Rahwana atau Dasamuka, Kumbakarna, dan Sarpakenaka, dalam ceita Ramayana. Demi mempertahankan kekuasaannya dan mempertahankan perbuatannya yang salah, Raja Rahwana tak segan-segan berbuat curang dan bahkan berani berperang habis-habisan. Akhirnya Rahwana mati di tangan Ramawijaya, titisan Bathara Wisnu, dengan bantuan Hanoman.
Nafsu kramat membuat manusia semakin congkak, karena merasa dirinya sudah hebat, superman, dan tak mau diungguli manusia lain. Kemudian dia merasa dirinya bagaikan seorang raja, atau wali Tuhan di mayapada.

BAGAIMANA sikap kita supaya tidak terjerat oleh nafsu semat, drajat, dan kramat? Menurut Ki Ageng Suryamantaraman, pola hidup kita harus kita ubah. Yang semula hidup suka handarbeni (memiliki) harus diubah menjadi hidup senang makerti (sadar diri). Bagaimana caranya hidup makerti itu? Menurut Ki Ageng, dengan lampah, tapa, panarima, lan amal. Lampah atau laku artinya menjalankan suatu pekerjaan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Pencipta (Rukun Iksan). Tapa artinya mengurangi kebutuhan jasmani pada tingkat tertentu (mengurangi makan, minum, tidur, bercakap-cakap, hidup di tempat yang sepi, dsb) agar rohani kita terpusat untuk mendekatkan diri ke hadapan Tuhan. Pelaksanaan tapa harus kita lakukan dengan panarima (pasrah, ikhlas, istiqomah) dengan diselingi amal, suatu pekerjaan sukarela, untuk kepentingan masyarakat lingkungannya (masjid, surau, dsb). Amal bisa diartikan sebagai ubudiyah dalam tasawuf Islam.
Upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Pencipta, Allah SWT, secara intensif dan efektif termasuk Rukun Iksan. Dalam kajian tasawuf Islam, orang yang mengamalkan Rukun Iman, Rukun Islam, dan Rukun Iksan sekaligus, disebut sebagai pengamal ajaran Islam Kaffah, atau seorang pengamal tasawuf (sufi). Tapa dalam Rukun Iksan dikenal sebagai suluk (bahasa Arab). Suluk adalah suatu proses ibadah saat manusia berupaya mendekatkan diri lepada Allah SWT. Orangnya disebut Sali’.
Tujuan makerti atau sadar diri adalah agar manusia tidak terjebak pada nafsu memiliki yang berlebihan. Sebab nafsu memiliki yang berlebihan akan melahirkan nafsu serakah. Nafsu serakah semakin lama semakin berkobar. Bahkan seluruh dunia – jika mungkin -- akan ditelannya. Kita lihat, ada negara super power yang sudah berperilaku seperti itu.
Ajaran budaya Jawa mengatakan, jangan takut kepada super power manapun, biarpun dia memiliki kekuasaan yang besar, kekuatan persenjataan yang canggih, maupun dana yang melimpah, dan digdaya (sakti). Sebab sura, dira, jayaningrat, lebur dening pangastuti. Artinya keberanian, kekuatan, kejayaan di dunia, akan ditaklukkan oleh puji dan sembah. Maka dalam situasi bangsa dan negara yang saat ini selalu diwarnai oleh konflik, kekerasan, kerusuhan, dsb, perisainya hanya satu. Yaitu hanya rajin beribadah secara intensif untuk menghaturkan puji dan sembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mohon ridho-Nya. Atau sering-seringlah mengingat (berzikir) kepada Allah SWT. Bagaimana caranya berzikir yang baik dan benar? Atau secara intensif dan efektif? Silakan kontak ke situs www.baitulamin.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar