Sabtu, 07 Maret 2009

Aja rumangsa bisa

Akhir tahun 2008 kiprah kaum politisi semakin marak. Itu wajar, karena mereka menghadapi kompetisi politik tahun depan, mulai sekarang mereka harus bekerja keras. Misalnya, ada partai besar yang sedang getol merangkul para artis atau para selebriti. Sedang Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), mengumumkan bahwa partainya didukung oleh kaum profesional dan akademisi. Bahkan PPRN bersaksi dan berjanji, akan membersihkan wajah DPR-RI dari berbagai tindak tak terpuji. PPRN bertekad akan menjaga kehormatan DPR-RI demi mengemban amanat rakyat yang telah lama mendambakan masyarakat yang adil makmur, aman damai, kuat sentosa.
Tekad PPRN tersebut disampaikan oleh Ketua Umum-nya, Amelia A. Yani, di sela-sela kesibukannya mendaftarkan para calon legislatif untuk duduk di DPR-RI, di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat, Agustus lalu (19/08/08). Jumlah caleg dari PPRN sebanyak 342 orang, kata putri Pahlawan Revolusi Ahmad Yani itu. Dari jumlah itu, 103 orang terdiri dari kaum hawa. Itu maknanya, jumlah caleg PPRN telah memenuhi 30 persen harus dari kaum hawa. Itulah kuota yang ditetapkan oleh KPU. Dari 342 caleg tersebut banyak berasal dari kalangan profesional, kaum cendekiawan, atau kalangan akademisi. Di antaranya ada yang bergelar doktor dan profesor.
Jadi pemilihan caleg di PPRN bukan sekedar memenuhi kuota (30 persen harus dari kalangan perempuan), tetapi para caleg mereka juga insan unggul dan profesional. Bagaimana nanti kerja mereka, … kita lihat saja nanti!

Caleg dari PKS
Sementara itu dari kubu PKS telah tersiar “kabar burung”, ada empat tokoh politik dan cendekiawan yang akan diajukan sebagai calon wakil presiden (cawapres). Mereka itu Sri Sultan HB X, Dahlan Iskan, Irman Gusman, dan Sandiaga S Uno. Benarkah berita itu? Namanya saja “kabar burung”! Yang jelas, nama-nama itu sempat beredar di media massa.
Bagi man in the street, nama yang sudah beken adalah Sri Sultan HB X, yang kini menjabat Gubernur D.I. Yogyakarta. Nama ini dipasang – tampaknya - untuk menjaring wong Jawa, khususnya yang tinggal di Yogya, Solo, dan Jawa Tengah. Tetapi untuk orang Indonesia, suku lain, dari wilayah lain, misalnya di Sumatera, di Kalimantan, di Sulawesi, di Maluku, di Bali, NTT, NTB, Papua, nama itu belum akrab amat.
Memang, untuk gol menjadi wapres, soal akrab atau tidak akrab bukan jaminan. Yang sering terjadi, jaminan untuk bisa gol menjadi wapres (atau pimpinan nasional yang lain) adalah, kepandaian melobi ke beberapa kekuatan sospol dan banpol (bandar politik) …

Yang Baru dan Muda
Pemilihan presiden pada tahun 2009 nanti akan menarik sekali, soalnya tidak hanya kaum tua yang akan maju, justru dari kaum muda yang lebih banyak tergiur untuk menjadi pucuk pimpinan negeri - yang luas dan kaya raya - tetapi rakyatnya banyak yang miskin ini..
Dari media massa di Jakarta, para tokoh muda yang mencalonkan diri menjadi “RI – I” tahun 2009 antara lain muncul nama Iwan Cahyono, pengusaha losmen, Berhar Fathia, aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet, pekerja teater, Fadjroel Rachman, mantan aktivis mahasiswa, Yuddy Chrisnandi, fungsionaris Golkar, Rizal Mallarangeng, pengamat politik, Soetrisno Bachir, Ketua Umum PAN, Prabowo Subiakto, mantan Pangkostrad. Dari golongan “setengah tua” adalah Kivlan Zein, mantan Kepala Staf Kostrad, Rizal Ramli, mantan menko ekonomi/menteri keuangan. Tentu, masih ada lagi, tetapi itu sudah cukup untuk bukti. Jika semua dimunculkan, rakyat akan bingung. Jangan-jangan karena bingung, rakyat malah stres. Kalau rakyat stres, jangan-jangan jumlah golput bisa semakin buanyak!
Dalam alam demokrasi, memang semua orang boleh saja mencalokan diri menjadi presiden, menjadi wakil presiden, atau menjadi wakil rakyat di DPR. Itu sah-sah saja. Itu jabatan mulia, jabatan prestisius! Namun harap maklum, untuk menjadi pucuk pimpinan bangsa yang jumlahnya 210 juta orang, tidak gampang! Apalagi tersebar di ribuan pulau, yang beraneka budayanya, yang bermacam-ragam agama, dan tradisinya. Wilayah Indonesia juga amat luas, panjangnya dari barat ke timur, sama panjangnya dengan benua Eropa. Negeri yang buminya kaya raya, banyak sumber daya alam.
Jangan lupa sejak abab-16 sampai detik ini, Indonesia diincar bangsa asing untuk dapat dikuasai karena kekayaan buminya dan karena banyak penduduknya. Bagi kaum dagang, Indonesia sebagai lahan yang ideal buat mencari untung. Selain kaya bahan baku industri - apa saja ada - sekaligus sebagai pasar, tempat menjual produk-produknya, dan negeri ini juga kaya tenaga kerja murah! Itu jangan dilupakan. Apa artinya?
Artinya, untuk menjadi pemimpin di Indonesia banyak syaratnya. Bukan hanya harus profesional di bidangnya, tetapi harus juga menguasai sejarah negeri dan bangsa ini. Harus paham benar filosofi, jatidiri, karakter, kekuatan, kelemahan bangsa yang amat majemuk ini. Calon pemimpin negeri ini harus mampu mengakses ke semua komponen masyarakat Indonesia, serta kenal dekat dengan para tokoh daerah di Indonesia. Dia juga harus dekat dengan semua pimpinan organisasi profesi, pimpinan ormas, orpol, di Indonesia dan dunia. Dia harus dekat pula dengan pimpinan dan para tokoh TNI/Polri. Harus punya akses ke pimpinan negara-negara adikuasa dan dunia. Punya akses ke badan-badan hukum, HAM, intelijen, dsb. Harus mampu memimpin sekitar 3 juta orang PNS, dari tingkat desa sampai tingkat Pusat. Juga harus kenal sejumlah menteri/mantan menteri, anggota DPR, sejumlah tokoh hukum, para pedagang besar/konglomerat, dsb. Pemimpin negeri ini harus selalu gandrung persatuan bangsa!
Kesimpulannya, menjadi pucuk pimpinan nasional di Indonesia, bukan perkara mudah. Sebab selain harus banyak kawan, dia harus pula berani menghadapi banyak lawan. Baik lawan yang ada di dalam maupun lawan yang datang dari luar negeri. Apalagi lawan dari luar negeri. Mereka memiliki pasukan “siluman” yang amat banyak, kuat, dan banyak uang. Mereka pandai menyusup di mana-mana tanpa kita ketahui. Menyusup di bawah selimut kita pun, kita tidak tahu!
Orang bijak pernah memberi nasehat: Aja rumangsa bisa, nanging bisa-a rumangsa. Artinya, janganlah Anda merasa bisa (mampu), tetapi hendaknya Anda bisa merasa. Bisa merasa artinya, bisa mengukur dirinya sendiri. Mampukah aku? Nasehat orang Jawa jadul (jaman dulu) tersebut terutama buat mereka yang merasa dirinya sudah “jago”, padahal dia bodo! Indonesia kini banyak orang pinter, tetapi keblinger.

Bukan cuma Politisi
Yang kita perlukan saat ini bukan cuman politisi, tetapi sekaligus harus negarawan. Negara harus diutamakan untuk rakyat. Rakyat harus cukup sandang, pangan, dan papan. Kepentingan publik harus di atas segalanya! (Ki Darmo, di pertapaan lembah G Lawu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar